![]() |
| Ilustrasi Satgas Operasi Tinombala |
Berbagai peralatan canggih dimiliki Satgas Operasi Tinombala saat memburu kelompok teroris pimpinan Santoso. Seperti handphone satelit dan GPS. Namun, siapa sangka peralatan canggih itu juga tak berkutik.
”Satgas ini memiliki peralatan yang didatangkan langsung dari Inggris dan Amerika. Biasa digunakan kedua pasukan negara tersebut,” ujar Komandan Satgas Operasi Tinombala 2016 Kombespol Leo Bona Lubis di pos Polisi Air dan Udara Tokorondo Subsektor 2 Poso Pesisir, 24/07/2015.
Tapi, begitu peralatan tersebut sampai di Bukit Biru. Hampir pasti semuanya tidak berfungsi. Cuaca buruk berupa awan tebal dengan hujan besar pun datang.
![]() |
| Perburuan Santoso oleh Brimob di Poso |
”Kami sudah berulang kali mencobanya, di luar Bukit Biru, peralatan normal. Sampai sana, semua peralatan itu hanya menjadi beban,” ujarnya.
Perjuangan prajurit Polri dan TNI dalam menangkap Santoso dan kelompoknya memang penuh pengorbanan. Sabtu lalu, tercatat setidaknya 40 prajurit yang harus jatuh sakit karena mengejar dan menghadapi medan ekstrim. Di antaranya, tangan lepas, demam berdarah dan tipes.
”Tapi, sakit yang paling banyak itu hernia atau turun tendon. Semua itu karena prajurit berupaya keras melebihi kemampuan tubuhnya,” jelasnya.
![]() |
| Prajurit TNI menyusuri jalan setapak dalam hutan untuk memburu kelompok Santoso di Desa Sedoa. |
Sementara Penanggung jawab Operasi Tinombala 2016 sekaligus Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Rudy Sufahriadi mengatakan, strategi dalam pengejaran Santoso ini selalu diperbaiki. Bahkan, sudah lebih dari lima kali bongkar pasang strategi untuk menghadapi semuanya. ”Jadi strategi saat ini itu makin sempurna,” ujarnya.
Misalnya, pada awal pengejaran prajurit langsung naik dari jalan biasa yang membutuhkan waktu tiga jam. Namun, ternyata mereka dicegat Santoso dan kelompoknya. Semua itu membuat strategi diubah, pasukan harus naik melingkar dengan berjalan kaki 8 jam.
”Itu dilakukan agar semuanya tidak dicegat dan masuk tanpa diketahui. Mereka harus mengendap-endap,” jelasnya.
Soal strategi lain, dia enggan untuk blak-blakan. Sebab, semua itu bisa jadi dipelajari dan digunakan untuk melawan pasukan pengejar kelompok Santoso. ”Kami juga harus berhati-hati,” ungkapnya ditemui di Mess Tinombala.
Bagian lain, Wakil Komandan Satgas Operasi Tinombala Brigjen TNI Ilyas menuturkan keberhasilan Tim Alfa 29 Raider Kostrad TNI sebenarnya sudah didahului dengan upaya mendekati secara persuasif. Namun, semua jalan sudah mentok.
”Saya ini dulu Danrem di sini, jadi mengerti betul semuanya. Sayang Santoso enggan untuk menyerah,” tuturnya.
Dia menegaskan, menembak mati seorang Santoso itu tidak membuat TNI gagah. Semua itu hanya untuk menjalankan tugas. Kalau memang tidak terpaksa, TNI tidak akan melakukan semua itu.
”Kami tidak merasa gagah dengan menembak Santoso, kami justru merasa sayang,” ujarnya ditemui di rumah dinasnya.
Sumber : JPNN.com


