Siasat Menghadapi Siluman Naga


Apa yang terjadi baru-baru ini mengenai kondisi Laut Cina Selatan (LCS) tentang bagaimana Cina telah menyelesaikan pembangunan ke tujuh pulau reklamasi di Kepulauan Spartly serta pembangunan landasan udara dan fasilitas militer di Karang Fiery Cross tentunya ini adalah awal dari puncak ketidakstabilan kawasan.

Menanggapi apa yang telah dilakukan Cina atas klaim sepihaknya di LCS tentunya proses diplomasi akan sedikit mengalami jalan buntu terlebih pemerintah Cina telah menghabiskan dana yang cukup besar untuk pembangunan tersebut. kondisi ini bagaikan gas hydrokarbon yang akan menyulut ledakan yang besar jika ada sedikit saja percikan api disana.


Langkah Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dinilai sangatlah tepat dengan melakukan penjagaan terhadap Kepulauan sekitar Natuna mengirimkan 7 kapal perang dan pesawat tempurnya tentu ini bukanlah hal bisa dianggap sekedar patroli rutin dimana armada yang dikirimpun bukan termasuk low deterrent effect dimana sebelumnya pihak TNI menolak permintaan Cina untuk menggelar latihan bersama di kawasan LCS guna menjaga hal-hal sensitif yang dapat menimbulkan protes dari beberapa negara sahabat di ASEAN.

Wait And See! apakah masih relevan jika sudah begini?

Pada tanggal 25 Oktober 2015 ini Persiden Jokowi akan menjalani lawatan perdananya ke Amerika untuk membahas berbagai permasalahan seperti isu global, ekonomi serta tak luput pula bidang pertahanan yang lebih minitik beratkan pada poros maritim.

Pemerintah AS melalui perwakilan duta besarnya untuk Indonesia Robert O Blake menyampaikan tentang akan adanya pembahasan mengenai MOU meliputi berbagai area, seperti keamanan maritim, ekonomi maritim, sumber daya laut dan perikanan, keselamatan navigasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kelautan.

Kita mencoba menelaah lebih dalam lagi mengapa kita harus menerima tawaran AS untuk kerjasama kemaritiman ketimbang menggandeng teman lama kita Rusia?. hal yang sama dilakukan oleh teman kita Vietnam yang merupakan sekutu dekat Rusia untuk lebih memilih mendekatkan diri pada AS dalam kasus ini karena mereka pun tentu melihat bagaimana posisi Cina dimata Rusia, dimana armada Cina hampir memiliki kesetaraan dengan Rusia kerena memang sebagian besar import dari negeri beruang merah tentunya jika terjadi perang Cina telah khatam betul dengan barang-barang Rusia yang notabene di import pula oleh Vietnam.

Respon Indonesia untuk LCS adalah suatu ketegasan dimana klarifikasi Cina terhadap 9 garis terputus yang terpampang dalam pasport Cina dinilai tidak cukup memuaskan Indonesia meski dianggap Cina tidak memiliki masalah dengan Indonesia.

AS bersama sekutu selatan Australia bahkan sudah mengirimkan kapal perangnya meski diprotes kehadirannya oleh pemerintah Cina tentunya saat ini negara-negara yang bersinggungan telah menurunkan para ahli intelejent nya guna menyikapi beberapa hal yang mungkin saja terjadi termasuk Indonesia.

Semoga dalam masalah LCS ini Indonesia dapat berperan jitu sebagai penyeimbang dan juru damai dimana tertuang dalam Pembukaan UUD’45 alenia pertama “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait