Ide dan Langkah Danjen Kopassus Perkuat Soliditas Pasukan

Ilustrasi Kopassus
Ide Danjen Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Mayjen Doni Monardo yang menekankan agar prajurit menjaga silaturahmi merupakan gagasan yang cemerlang. Apalagi ide ini, di tengah gesekan antar matra di lapangan, disertai dengan langkah agar prajurit melakukan Tiga S (senyum, sapa, salam) bila bertemu dengan siapapun, dan tidak melakukan Tiga M (melotot, marah, memukul).

"Hal ini sangat bermanfaat bagi soliditas pasukan serta baik bagi hubungan silaturahmi dengan pihak-pihak lain, utamanya dari matra TNI lain dan Polri serta komponen masyarakat. Sehingga tak perlu lagi ada peristiwa semacam tragedi Cebongan di masa lalum" kata pengamat militer dan intelijen, Susanigtyas Nefo Handayani Kertopati, kepada Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu (Selasa, 28/4).

Pernyataan Susaningtyas ini terkait dengan peringatan Hari Ulang Tahun Komando Pasukan Khusus (Kopassus) ke-63. 

Susaningtas mengingatkan kembali bahwa Kopassus merupakan alat negara yang paling ampuh untuk menyelesaikan tugas negara yang memerlukan penyelesaian dengan cara militer yang terukur, dan memiliki tuntutan keberhasilan pelaksanaan tugas yang tinggi. Dengan demikian, Kopassus itu 'hanya alat', dan bukan yang memiliki alat serta bukan pula yang menggunakan alat.

"Sehingga menurut saya seperti halnya dengan alat atau senjata apapun, Kopassus sama sekali tidak bisa bergerak sendiri melakukan tugasnya. Kopassus tidak bisa bertempur atas inisiatif dan kehendaknya sendiri. Bahkan Kopassus tidak bisa menentukan sendiri siapa musuhnya. Semuanya itu atas putusan resmi negara," ungkap Susaningtyas.

Susaningtyas melihat Kopassus memang di-design sebagai pasukan khusus, bukan satuan khusus.  Karena itu, Kopassus dilatih secara khusus untuk melaksanakan operasi khusus pada satuan strategis yang terpilih karena Kopassus itu harus selalu eling lan waspada, dan tidak boleh digunakan semaunya apalagi oleh orang atau pihak tertentu.

"Saya rasa pasukan khusus di seluruh dunia penting menyesuaikan diri dalam perubahan ancaman global yang tentu berbeda lima atau 10 tahun lalu. Masalahnya, dengan anggaran yang pas-pasan ini bagaimana menyiasati ancaman yang mensyaratkan kebutuhan teknologi modern yang pastinya mahal itum" demikian Susaningtyas. (RMOL)

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait