![]() |
Kapal perang TNI-AL berpatroli di perairan Selat Malaka. Dok. TEMPO/ Arie Basuki |
“Khamis lalu, Jokowi mencetuskan kontroversi apabila mengarahkan pihak berkuasa maritim menenggelamkan semua bot nelayan Malaysia yang dilaporkan ditahan kerana memasuki perairan negara itu. Bagi Jokowi, tindakan ini akan memberikan kesan untuk mengurangkan pencerobohan oleh nelayan Malaysia ke kawasan perairan negara itu,” demikian dikutip dari Utusan.com.my.
Jokowi, menurut media tersebut, adalah pemimpin yang angkuh. “Ini seolah-olah memperlihatkan Jokowi memilih pendekatan konfrontasi, bertentangan dengan gambaran yang diberikan sebelum ini. Tetapi tidak dinafikan sebahagian besar rakyat Indonesia berbudaya dan tatasusila tinggi.”
Ketegangan di antara kedua negara, kata media tersebut, dipicu oleh ditahannya 200 nelayan asal Malaysia yang menerobos perairan Indonesia. “Pihak Maritim Malaysia bagaimanapun menafikan nelayan Malaysia ditahan di Indonesia kerana tidak mendapat laporan tentang penahanan itu.”
Indonesia, menurut Utusan.com, sebenarnya tidak perlu menahan para nelayan, melainkan cukup mengusir kapal tesebut. “Jokowi agak gopoh. Dia tidak menghayati memorandum persefahaman yang ditandatangani oleh pemimpin sebelum ini terhadap Garis Panduan Bersama Tentang Layanan Terhadap Nelayan oleh pihak maritim kedua-dua negara. Antara isi garis panduannya, kedua-dua negara mencapai kesepakatan hanya mengusir dan tidak menahan nelayan yang menceroboh perairan. Menenggelamkan bot dalam kata lain memusnahkan harta benda nelayan tidak ada dalam garis panduan berkenaan.”
Menurut media tersebut, seharusnya Malaysia yang melancarkan konfrontasi karena banyaknya tenaga kerja Indonesia ilegal di negeri tersebut. “Malaysia sepatutnya yang berkonfrontasi kerana pendatang tanpa izin Indonesia menyumbang kepada masalah sosial sekaligus merampas keamanan di negara ini.” TEMPO.CO.
Jakarta – Langkah Presiden Joko Widodo bersikap tegas terhadap kapal nelayan yang mencuri ikan di perairan Indonesia, diprotes oleh media online asal Malaysia, Utusan.com. Dalam artikelnya berjudul “Maaf Cakap, Inilah Jokowi,” media tersebut menuliskan kebijakan itu hanya untuk mengalihkan isu atas tekanan di dalam negeri terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi.
“Mengambil kesempatan di atas semangat anti-Malaysia itu, Jokowi mungkin cuba mengalih tekanan yang hadapi berhubung cadangan menaikkan harga minyak sebanyak 50 peratus. Pengumuman itu mendapat bantahan hebat dalam kalangan rakyat terutama yang berada di bawah paras kemiskinan. Ironinya mereka itu sebelum ini menjulang Jokowi sebagai “wira rakyat” ketika berkempen dulu.”
Menurut media tersebut, kenaikan harga BBM bersubsidi dilakukan karena pemerintah Indonesia ingin memangkas defisit belanja negara. Namun pemerintah harus menghadapi tekanan yang besar. Kenaikan harga yang dilakukan pemerintah Indonesia juga dinilai lebih tinggi dibandingkan Malaysia yang memiliki masyarakatnya daya beli lebih baik. “Walaupun Jokowi belum melaksanakan pelan pengurangan defisit negara cara mudah itu, tetapi rakyat sudah memberikan tekanan kepada pentadbirannya. Secara perbandingan, kenaikan harga petrol sebanyak 20 sen seliter di Malaysia yang taraf ekonomi jauh lebih tinggi berbanding Indonesia dianggap besar, bayangkan nilai 80 sen seliter di Indonesia?” .
Semestinya, kata media tersebut, Jokowi tak perlu mengalihkan perhatian. “Sepatutnya Jokowi tidak perlu mengalih tumpuan dan mengambil kesempatan di atas sentimen anti Malaysia tetapi memberi perhatian kepada isu rakyat yang berpendapatan rendah.”
Selain itu, media tersebut menulis juga bahwa Jokowi angkuh dan ingin melakukan kontroversi dengan Malaysia. Langkah pemerintah Indonesia menenggelamkan kapal bot nelayan Malaysia yang menerobos perairan Indonesia, memicu kontroversial. TEMPO.CO.
Jakarta – Media Malaysia ‘Utusan Malaysia’ menuliskan kritik terhadap Presiden Jokowi terkait kebijakan penenggelaman kapal nelayan asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia. Pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai Menteri Luar Negeri Retno L Marsudi harus memberikan klarifikasi kepada pemerintah Malaysia terkait kebijakan tersebut.
“Dalam konteks ini, Menlu Retno harus cepat memberi klarifikasi ke Dubes Malaysia untuk Indonesia atau Kemenlu Malaysia agar permasalahan tidak berkembang secara liar dan mempengaruhi hubungan kedua negara, terutama hubungan rakyat ke rakyat,” kata Hikmahanto kepada detikcom, Sabtu (29/11/2014).
Hikmahanto menilai ada tiga poin yang kiranya dapat disampai Menlu Retno kepada pemerintah Malaysia terkait kebijakan menenggelamkan kapal asing pencuri ikan. Pertama yaitu Presiden Jokowi tidak menuju secara khusus negara asal nelayan asing pencuri ikan di perairan Indonesia.
“Adapun yang disampaikan Presiden adalah secara umum, kapal asing yang melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia,” ujar Hikmahanto.
Poin kedua adalah objek yang ditenggelamkan itu berupa kapal, bukan awak atau manusia. Sehingga jika dipertentangkan dengan HAM tidak beralasan karena bukan manusianya yang ditenggelamkan.
“Perintah menenggelamkan kapal disamping diperbolehkan menurut hukum Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 69 ayat 4 UU Perikanan 2009, adalah ditujukan agar kapal yang sama tidak digunakan kembali untuk melakukan illegal fishing,” ucap Hikmahanto.
Ketiga yakni perintah menenggelamkan kapal oleh Presiden Jokowi sama sekali tidak bertujuan memprovokasi Malaysia. Tujuannya untuk penegakan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi di wilayah Indonesia.
“Klarifikasi ini penting agar publik Malaysia tidak terpengaruh oleh berita yang menyesatkan,” tutup Hikmahanto. (Detik.com).