Kenapa TNI Tidak Mengerahkan Kopassus untuk Memberantas KKB


Pembunuhan yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Nduga Papua, mendapat banyak sorotan masyarakat.

Selain karena peristiwa yang terbilang kejam tersbut, juga terkait penanganannya.

Jokowi perintahkan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk mengecek kebenaran kasus tersebut.

"Saya perintahkan tadi pagi ke Panglima dan Kapolri untuk dilihat dulu, karena ini masih simpang siur. Karena diduga itu. Karena sinyal di sana enggak ada. Apa betul kejadian seperti itu," kata Jokowi.

Jokowi mengatakan bahwa Kabupaten Nduga, lokasi kejadian tersebut termasuk dalam zona merah atau berbahaya.

Ia juga menyadari bahwa pembangunan yang dilakukan di Papua memang mengalami kesulitan.

Tak hanya kondisi geografisnya, tetapi juga adanya gangguan dari KKB.


"Kita menyadari pembangunan di tanah Papua itu memang medannya sangat sulit. Dan juga masih dapat gangguan seperti itu," ujarnya.

Meski demikian, Jokowi menegaskan pembangunan di Papua terus berlanjut.

Pembangunan Papua tidak akan terhenti karena kasus ini.

"Pembangunan ditambah di Papua, tetap berlanjut," katanya.

Sementara Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu mengatakan tidak ada negosiasi untuk kasus ini.


Ia menganggap pelaku pembunuhan tersebut merupakan kelompok pemberontak atau separatis.

"Mereka itu bukan kelompok kriminal tapi pemberontak. Kenapa saya bilang pemberontak? Ya kan mau memisahkan diri, (memisahkan) Papua dari Indonesia. Itu kan memberontak bukan kriminal lagi," tegasnya.

Anggap kasus ini bukan tindakan kriminal, melainkan tindakan pemberontakan atau separatis, Ryamizard katakan pihak yang harus menangani kasus ini ialah TNI, bukan polisi.

Ryamizard mengatakan pihak TNI harus turun tangan dalam menangani persoalan kelompok bersenjata di Papua.

Ia menegaskan, menjaga kedaulatan, keutuhan dan keselamatan bangsa adalah tugas pokok TNI.

"Kalau memberontak bukan kriminal lagi, penanganannya harus TNI. Kalau kriminal iya polisi," pungkasnya.

Terkait kondisi ini, TNI memberikan jawaban melalui unggahan di akun Instagram @tni_indonesia_update, Sabtu (8/12).

Dalam unggahan yang disertai foto RM70 Vampire, akun ini menulis:


Kenapa OPM tidak langsung diserbu saja?"

Kalau 'Brak bruk' saja 5 menit selesai kok, mereka akan kocar kacir dalam hutan.

Kopassus ada, Paskhas asa, Denjaka, Kostrad, Raider bahkan Kopassusgab ada.

Alutista TNI bisa menghancurkan berhektar hektar wilayah musuh.

Don't worry TNI siap

Tapi..

Jika disebut kriminal, maka Polri yang menangani. Sedangkan jika gerakan bersenjata atau separatis, penanganan ada di tangan TNI.

Meski dengan 'Tragedi besar' seperti ini, kita konstruksi lagi.

Kita jujur harus lihat batas kemampuan. Ini di hutan dan sebagainya. Itu bukan sekedar dilakukan aksi kelompok kriminal, tapi aksi gerakan separatis yang mengancam kedaulatan Negara

Perlu ada pembahasan terkait istilah yang digunakan. Hal ini akan berpengaruh pada penanganan yang dilakukan oleh pemerintah.

Jangan menunggu hingga korban berjatuhan terus menerus, harusnya status mereka disebut gerakan bersenjata yang mengancam Negara agar TNI bertindak sesuai perintah

Bagi TNI mau skala besar atau kecil kalau sudah berbau tindakan ingin memisahkan diri itu sudah disebut gerakan pemberontakan

Penembakan RM70 Vampire di PLP 5 Marinir Baluran, Situbondo.

Dua Jenderal Pimpin Penangkapan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Nduga

Aparat keamanan gabungan TNI dan Polri memberikan perhatian serius terhadap kasus penembakan pekerja pembangunan jalan trans Papua.

Untuk menangkap para pelaku, Kapolda Papua Irjen Martuani Sormin Siregar bersama Pangdam XVII/Cendrawasih Mayjen TNI Yosua Pandit Sembiring akan memimpin langsung operasi penegakan hukum terhadap Kelompok Kriminal Bersenjata ( KKB) di wilayah Nduga Papua.

Seperti diketahui, KKB di bawah komando Egianus Kogoya melakukan penyerangan terhadap para pekerja PT Istaka Karya yang tengah melaksanakan pembangunan jembatan Jalan Trans Papua di Kali Yigi-Kali Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua, Minggu (2/12/2018).

Akibat peristiwa itu, 15 karyawan PT Istaka Karya dan 1 pegawai PUPR meninggal dunia serta 5 orang lainnya masih belum diketahui kondisinya.

Sementara di Distrik Mbua, kelompok KKB melakukan penyerangan terhadap pos TNI di sana.

Satu anggota TNI meninggal dunia dan 1 anggota luka-luka.

“Beberapa hari ini kami fokus evakuasi terhadap korban yang selamat dan yang meninggal dunia, hingga tadi kami kembalikan jenazahnya ke kampung halaman mereka masing-masing. Rencananya besok Kapolda dan Pangdam dari Timika akan bertolak kembali ke Wamena, Kabupaten Jayawijaya bersama tim,” ungkap Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Mustofa Kamal, Jumat (7/12/2018) malam.

Kamal menjelaskan, beberapa hari ini semua pihak fokus terhadap proses evakuasi terhadap para korban yang ditemukan di lokasi kejadian.

“Mulai besok kami akan fokus mencari sisa korban lainnya. Namun, kami juga akan melalukan pengejaran terhadap para kelompok KKB, untuk meminta pertanggungjawaban atas perbuatan mereka,” katanya.

Kapolda dan Pangdam, lanjut Kamal, mulai besok akan kembali ke Wamena, Kabupaten Jayawijaya untuk memimpin secara langsung pengejaran terhadap para pelaku.

Bahkan, kedua pimpinan aparat penegak hukum itu akan bertolak ke lokasi kejadian.

“Rencananya Kapolda dan Pangdam akan bertolak ke Nduga, untuk memimpin secara langsung pengejaran terhadap para pelaku pelaku. Di sini TNI hanya memback up aparat kepolisian, yang melalukan penegakan hukum,” ujarnya.

Sampai sejauh ini, ungkap Kamal, personel Polri dan TNI masih menguasai wilayah Nduga khususnya Puncak Kabo dan Distrik Mbua, lokasi para karyawan PT Istaka Karya dibunuh.

“Personel kami sampai sejauh ini terus berupaya mengejar mereka. Hanya karena kondisi medan lebih dikuasai oleh para kelompok ini, membuat kami mendapat kendala untuk menangkap mereka,” pungkasnya.

Sumber : Tribunnews

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait